DuniaWirausaha.com - Para penggemar atau breeder
ikan tentu akan sedih
bilamana pakan untuk ikan kesayangannya susah dicari. Pakan ikan memang
salah
satu faktor yang harus diperhatikan dalam budidaya perikanan, baik itu
ikan
hias atau ikan produksi. Memang, sebagian pakan ikan sudah bisa
digantikan
dengan pakan buatan yang lebih praktis dan mudah mendapatkannya. Namun
pakan
alami khususnya cacing sutera (tubifex)
tetap dibutuhkan sebagai penyeimbang nutrisi ikan agar berkembang secara
optimal. Cacing sutera sebagai pakan
alami sangat dibutuhkan oleh pembudidaya ikan khususnya dalam usaha
pembenihan
ikan. Cacing tubifex ini sangat sesuai untuk memacu pertumbuhan benih
ikan. Cacing darah atau cacing sutera ini
sangat sesuai baik dari ukuran yang pas buat
mulut benih ikan termasuk juga kandungan protein yang tinggi sehingga
lebih
cepat memacu pertumbuhan benih ikan.
Cacing sutera atau cacing
darah ini kebanyakan diperoleh dari sumber alam yaitu dengan memanen
dari
sungai atau parit. Hal ini tentu saja tidak dapat mengimbangi
perkembangan
kebutuhan para breeder ikan akan pakan alami tersebut. Dewasa ini
permintaan
ikan baik hias maupun produksi semakin melejit. Para pembudidaya ikan
semakin
maju dalam menerapkan teknik budidaya yang lebih modern baik secara
intensif
maupun ekstensif. Mereka semakin efisien dan efektif dalam manajemen
budidaya
ikan. Waktu panen produksi ikan diharapkan semakin cepat karena akan
meningkatkan turnover produksi yang nota bene juga akan meningkatkan
kocek para
pembudidaya ikan. Kecepatan panen tentu saja harus diimbangi dengan
penyedian
pakan yang bergizi tinggi sehingga masa panen akan semakin pendek. Oleh
sebab
itu penyediaan pakan alami seperti cacing
sutera harus berimbang dengan kebutuhan para petani ikan tersebut.
Saat ini kebutuhan akan cacing
sutera memang tidak terbatas karena banyaknya usaha budidaya
perikanan.
Sedangkan para penyedia cacing sutera belum
bisa memenuhi sepenuhnya permintaan yang ada. Cacing sutera hasil
tangkapan dari alam tidak sepanjang waktu
tersedia. Cacing ini biasanya mudah dijumpai pada saat musim kemarau
dimana air
sungai surut. Namun pada saat musim penghujan dimana air sungai meluap,
habitat
cacing akan tersapu air sungai sehingga sulit diperoleh sehingga
pasokannya
menurun drastis. Sehingga budidaya cacing tubifex ini peluang emas yang
dapat
mendatangkan rejeki karena kebutuhan pasar yang tinggi, minim lahan dan
minim
biaya pemeliharaan.
Dalam usaha budidaya cacing darah
atau cacing sutera ini ada beberapa
aspek yang harus dipertimbangkan seperti aspek teknis, ekonomis dan
sosial.
Aspek pertama adalah aspek teknis yang mempertimbangkan teknik budidaya
termasuk lokasi budidaya cacing sutera. Budidaya cacing ini bisa
dilakukan
dikolam tanah yang subur unsur hara, tidak mengandung bahan cemaran
kimia berbahaya,
sumber air bisa dari sumur atau sungai yang sudah diendapkan untuk
menghindari
adanya bahan kimia yang berbahaya dalam budidaya cacing sutera. Selain
kolam
tanah, budidaya cacing bisa menggunakan kolam terpal yang saat ini
populer
sebagai media budidaya pengganti tanah atau semen. Namun kekurangan
kolam tanah
dan terpal adalah penyediaan lahan budidaya yang luas dan ratio antara
luas
area dan jumlah panen yang kurang maksimal. Sehingga kedua media
budidaya ini
kurang optimal. Saat ini yang baru dikembangkan adalah budidaya cacing sutera dengan menggunakan nampan
plastik dan disusun dalam rak vertikal sehingga hemat lahan dan
memaksimalkan
hasil panen. Aspek ekonomi harus melihat letak lokasi budidaya agar
tidak
meningkatkan biaya yang tidak perlu seperti jarak antara lokasi budidaya
dan
pasar, lokasi budidaya dan ketersediaan sumberdaya misal penyediaan
sumber air,
jaringan listrik dsb. Aspek sosial mempertimbangkan dampak sosial dalam
budidaya cacing darah seperti jarak
antara lokasi budidaya dengan pemukiman penduduk karena dimungkinkan
akan
muncul pencemaran bau yang akan mengganggu warga sekitar.
Teknik budidaya dengan menggunakan
baskom/nampan plastik yang disusun
vertikal lebih disarankan karena akan memotong kebutuhan luas lahan,
biaya
investasi termasuk biaya pemeliharaan. Termasuk pengelolaan budidaya dan
perencanaan produksinya lebih mudah dilakukan. Teknik budidaya cacing sutera dalam nampan plastik masih
relatif baru diperkenalkan dan belum banyak pelaku usaha yang
menggunakan cara
budidaya seperti ini. Nampan plastik ini mudah dan murah untuk
mendapatkannya.
Biaya penyusutannya juga selain
menggunakan wadah plastik juga menerapkan SCRS (Semi-Closed
Re-sirculating
System) alias mendaur ulang air yang sudah ada dengan bantuan pompa air
yang
mendistribusikan dari kolam/tabung penjernih kembali ke wadah budidaya.
Untuk
meningkatkan kualitas oksigen terlarut dalam kolam penampungan/penjernih
air
bisa menggunakan aerator ataupun blower. Rak penyusun wadah bisa terbuat
dari
kayu atau bambu. Namun waktu ekonomis dan kekuatan dari kedua bahan
tersebut
tidak lama meski lebih murah. Opsi lainnya adalah menyusun wadah dalam
rak besi
atau alumunium namun biaya pembuatannya yang lebih mahal namun diimbangi
dengan
masa pakai dan kekuatan yang lebih bagus.
Untuk penyiapan habitat cacing
sutera menggunakan lumpur yang kaya unsur organik. Lumpur ini bisa
diambilkan dari lumpur dari kolam pemeliharaan ikan misalnya ikan lele.
Namun
bila sulit ditemukan bisa menggunakan campuran lumpur sawah/saluran
air, kotoran ayam, ampas tahu,
dedak dengan komposisi 5 : 1 : 1 : 1 dan ditambah bahan probiotik/tetes
tebu
(molase). Biarkan campuran lumpur ini selama satu minggu untuk proses
fermentasi dalam wadah tertutup (tong/gentong) dan diberi lubang angin
kecil
untuk kebutuhan oksigen selama proses fermentasi berlangsung. Setelah
kurang
lebih seminggu media lumpur siap dijadikan sebagai habitat budidaya cacing sutera dengan ciri-ciri tidak
menimbulkan bau busuk. Lumpur fermentasi ini kemudian disebarkan ke
masing-masing wadah budidaya dengan ketebalan lk 4-5 cm dan biarkan
selama
seminggu sebelum penebaran bibit cacing.
Bibit cacing bisa diambil dari alam seperti
sungai, selokan, parit yang
kaya organik atau dari hasil budidaya. Bibit cacing dapat diambil dengan
bantuan serokan kain kasa halus dan diambil dengan hati-hati agar tidak
banyak
bibit cacing yang mati. Bibit cacing yang terkumpul kemudian dibersihkan
dengan
air bersih hingga gumpalan-gumpalan lumpur hilang dan tinggal cacing
yang
terlihat sudah bersih.
Bibit cacing ini kemudian bisa disebar dalam
wadah budidaya dan
senantiasa di cek untuk melihat apakah media budidaya sudah sesuai atau
belum. Pakan cacing sutera bisa
dibuat seperti halnya membuat lumpur media
budidaya yaitu dalam wadah tertutup (dan diberi saluran oksigen) dengan
mencampur bahan-bahan organik seperti dedak, ampas tahu dan kotoran ayam
dan
biarkan mengalami fermentasi selama seminggu. Pemberian pakan hasil
fermentasi
ini bisa diberikan seminggu sekali kedalam masing-masing wadah budidaya
cacing.
Panen perdana dilakukan setelah bibit cacing dipelihara selama kurang
lebih 60
hari, panen berikutnya bisa dilakukan setiap seminggu sekali. Panen
dilakukan
dengan bertahap yaitu tidak mengambil keseluruhan cacing namun mengambil
lapisan atas media budidaya (lk 2 cm lapisan teratas). Hal ini dilakukan
agar
produksi atau panen dapat dilakukan secara kontinyu. Sedangkan Waktu
panen
sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari. Dan perlu di
ingat setiap kali melakukan panen, media
budidaya perlu diberikan pupuk tambahan yang mana proses pengolahannya
sama
seperti halnya pembuatan media budidaya seperti telah diterangkan
diatas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar